Minggu, 05 Juni 2011

Resume Buku Tauhid

Judul Buku : Islam Doktrin dan Peradaban
Pengarang : Nurcholis Majid



1. Disiplin Keilmuan Tradisional Islam: Ilmu Kalam (Sebuah Tinjauan Singkat Kritis Kesejarahan)
Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah. Jika Ilmu Fiqh membidangi segi-segi formal peribadatan dan hukum, sehingga tekanan orientasinya sangat eksoteristik, mengenai hal-hal lahiriah, dan Ilmu Tasawuf membidangi segi-segi penghayatan dan pengamalan keagamaan yang lebih bersifat pribadi, sehingga tekanan orientasinya pun sangat esoteristik, mengenai hal-hal batiniah, kemudian Ilmu Falsafah membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif tentang hidup ini dan lingkupnya seluas-luasnya, maka Ilmu Kalam mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya.
Pertumbuhan Ilmu Kalam
Sama halnya dengan disiplin-disiplin keilmuan Islam lainnya, Ilmu Kalam juga tumbuh beberapa abad setelah wafat Nabi. Tetapi lebih dari disiplin-disiplin keilmuan Islam lainnya, Ilmu Kalam sangat erat terkait dengan skisme dalam Islam. Karena itu dalam penelusurannya ke belakang, kita akan sampai kepada peristiwa pembunuhan 'Utsman Ibn 'Aff'an, Khalifah III. Peristiwa menyedihkan dalam sejarah Islam yang sering dinamakan al-Fitnat al-Kubra (Fitnah Besar), sebagaimana telah banyak dibahas, merupakan pangkal pertumbuhan masyarakat (dan agama) Islam di berbagai bidang, khususnya bidang-bidang politik, sosial dan paham keagamaan. Maka Ilmu Kalam sebagai suatu bentuk pengungkapan dan penalaran paham keagamaan juga hampir secara langsung tumbuh dengan bertitik tolak dari Fitnah Besar itu.
Peranan Kaum Khawarij dan Mu'tazilah
Para pembunuh 'Utsman itu, menurut beberapa petunjuk kesejarahan, menjadi pendukung kekhalifahan 'Ali Ibn Abi Thalib, Khalifah IV. Ini disebutkan, misalnya, oleh Ibn Taymiyyah, sebagai berikut:
Sebagian besar pasukan Ali, begitu pula mereka yang memerangi Ali dan mereka yang bersikap netral dari peperangan itu bukanlah orang-orang yang membunuh 'Utsman. Sebaliknya, para pembunuh 'Utsman itu adalah sekelompok kecil dari pasukan 'Ali, sedangkan umat saat kekhalifahan 'Utsman itu berjumlah dua ratus ribu orang, dan yang menyetujui pembunuhannya seribu orang sekitar itu.
2. Falsafah Islam: Unsur-Unsur Hellenisme di Dalamnya
Di antara empat disiplin keilmuan Islam tradisional: fiqh, kalam, tasawuf dan falsafah, yang disebutkan terakhir ini barangkali adalah yang paling sedikit dipahami, bisa juga berarti paling banyak disalahpahami, sekaligus juga yang paling kontroversial. Sejarah pemikiran Islam ditandai secara tajam antara lain oleh adanya polemik-polemik sekitar isi, subyek bahasan dan sikap keagamaan falsafah dan para failasuf. Karena itu pembahasan tentang falsafah dapat diharapkan menjadi pengungkapan secara padat dan mampat tentang peta dan perjalanan pemikiran Islam di antara sekalian mereka yang terlibat.
Pertumbuhan
Falsafah tumbuh sebagai hasil interaksi intelektual antara bangsa Arab Muslim dengan bangsa-bangsa sekitarnya. Khususnya interaksi mereka dengan bangsa-bangsa yang ada di sebelah utara Jazirah Arabia, yaitu bangsa-bangsa Syria, Mesir, dan Persia.Interaksi itu berlangsung setelah adanya pembebasan-pembebasan (al-futuhat) atas daerah-daerah tersebut segera setelah wafat Nabi s.a.w., dibawah para khalifah. Daerah-daerah yang segera dibebaskan oleh orang-orang Muslim itu adalah daerah-daerah yang telah lama mengalami Hellenisasi. Lebih dari itu, kecuali Persia, daerah-daerah yang kemudian menjadi pusat-pusat peradaban Islam itu adalah daerah-daerah yang telah terlebih dahulu mengalami Kristenisasi. Bahkan sebenarnya daerah-daerah Islam sampai sekarang ini, sejak dari Irak di timur sampai ke Spanyol di barat, adalah praktis bekas daerah agama Kristen, termasuk heartlandnya, yaitu Palestina.

Neoplatonisme
Dari berbagai unsur pikiran Hellenik, Platonisme Baru (Neoplatonisme) adalah salah satu yang paling berpengaruh dalam sistem falsafah Islam. Neoplatonisme sendiri merupakan falsafah kaum musyrik (pagans), dan rekonsiliasinya dengan suatu agama wahyu menimbulkan masalah besar. Tapi sebagai ajaran yang berpangkal pada pemikiran Plotinus (205-270 M), sebetulnya Neoplatonisme mengandung unsur yang memberi kesan tentang ajaran Tauhid. Sebab Plotinus yang diperkirakan sebagai orang Mesir hulu yang mengalami Hellenisasi di kota Iskandaria itu mengajarkan konsep tentang "yang Esa" (the One) sebagai prinsip tertinggi atau sumber penyebab (sabab, cause). Lebih dari itu, Plotinus dapat disebut sebagai seorang mistikus, tidak. dalam arti "irrasionalis", "occultist" ataupun "guru ajaran esoterik", tetapi dalam artinya yang terbatas kepada seseorang yang mempercayai dirinya telah mengalami penyatuan dengan Tuhan atau "Kenyataan Mutlak."[9] Untuk memahami sedikit lebih lanjut ajaran Plotinus kita perlu memperhatikan beberapa unsur dalam ajaran-ajaran Plato, Aristoteles, Pythagoras (baru) dan kaum Stoic.

Aristotelianisme
Telah dinyatakan bahwa Neoplatonisme cukup banyak mempengaruhi falsafah Islam. Tetapi sebenarnya Neoplatonisme yang sampai ke tangan orang-orang Muslim, berbeda dengan yang sampai ke Eropa sebelumnya, yang telah tercampur dengan unsur-unsur kuat Aristotelianisme. Bahkan sebetulnya para failasuf Muslim justru memandang Aristoteles sebagai "guru pertama" (al-mu'allim al-awwal), yang menunjukkan rasa hormat mereka yang amat besar, dan dengan begitu juga pengaruh Aristoteles kepada jalan pikiran para failasuf Muslim yang menonjol dalam falsafah Islam.

3. Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional: Fiqh (Tinjauan Dari Segi Makna Kesejarahan)
Dari empat disiplin Ilmu Keislaman Tradisional yang mapan yaitu ilmu fiqh ('ilm al-fiqh), ilmu kalam ('ilm al-kalam), ilmu tasawuf ('ilm al-tashawwuf) dan falsafah (al-falsafah atau al-hikmah),fiqh adalah yang paling kuat mendominasi pemahaman orang-orang Muslim akan agama mereka sehingga, karenanya, paling banyak membentuk bagian terpenting cara berpikir mereka. Kenyataan ini dapat dikembalikan kepada berbagai proses sejarah pertumbuhan masyarakat Muslim masa lalu, juga kepada sebagian dari inti semangat ajaran agama Islam sendiri.

Pangkal Pertumbuhan Fiqh
Dari suatu segi, ilmu fiqh, seperti halnya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, dapat dikatakan telah tumbuh semenjak masa Nabi sendiri. Jika "fiqh" dibatasi hanya kepada pengertiannya sebagai "hukum" seperti yang sekarang umum dipahami orang, maka akar "hukum" yang amat erat kaitannya dengan kekuasaan itu berada dalam salah satu peranan Nabi sendiri selama beliau mengemban tugas suci kerasulan (risalah), khususnya selama periode sesudah hijrah ke Madinah, yaitu peranan sebagai pemimpin masyarakat politik (Madinah) dan sebagai hakim pemutus perkara.

Masa-masa Perkembangan Formatif
Dari definisi dan penjelasan tentang hakikat ilmu fiqh itu nampak dengan jelas titik berat orientasi fiqh kepada masalah pengaturan hidup bersama manusia dalam tatanan sosialnya, yang inti kerangka pengaturan itu ialah masalah-masalah hukum. Bahkan meskipun masalah-masalah ibadat juga termasuk ke dalam ilmu fiqh --justru merupakan yang pertama-tama dibahas-- namun cara pandang ilmu fiqh terhadap ibadat pun tetap bertitikberatkan orientasi hukum. Dalam hal ini terkenal pembagian hukum yang lima: wajib mandub, mubah, makruh dan haram. Disamping itu terdapat cara penilaian kepada sesuatu sebagai sah atau batal, yaitu dilihat dari kenyataan apakah semua syarat dan rukunnya terpenuhi atau tidak.

Ushul al-Fiqh (I)
al-Syafi'i berjasa meletakkan dasar-dasar teoritis tentang dua hal, yaitu, pertama, Sunnah, khususnya yang dalam bentuk Hadits, sebagai sumber memahami hukum Islam setelah al-Qur'an, dan, kedua, analogi atau qiyas sebagai metode rasional memahami dan mengembangkan hukum itu. Sementara itu, konsensus atau ijma' yang ada dalam masyarakat, yang kebanyakan bersumber atau menjelma menjadi sejenis kebiasaan yang berlaku umum (al-'urf), juga diterima oleh al-Syafi'i, meskipun ia tidak pernah membangun teorinya yang tuntas. Dengan begitu pangkal tolak ilmu fiqh (ushul al-fiqh), berkat al-Syafi'i, ada empat, yaitu Kitab Suci, Sunnah Nabi, ijma' dan qiyas.

Hadits sebagai Sunnah
Kitab Suci al-Qur'an telah dibukukan dalam sebuah buku terjilid (mushhaf) sejak masa khalifah Abu Bakr (atas saran 'Umar) dan diseragamkan oleh 'Utsman untuk seluruh Dunia Islam berdasarkan mushhaf peninggalan pendahulunya itu. Dalam hal ini Hadits berbeda dari al-Qur'an, karena kodifikasinya yang metodologis (dengan otentifikasi menurut teori al-Syafi'i) baru dimulai sekitar setengah abad setelah al-Syafi'i sendiri. Pelopor kodifikasi metodologi itu ialah al-Bukhari (wafat 256 H [870 M]), kemudian disusul oleh Muslim (wafat 261 H [875 M]), Ibn Majah (wafat 273 H [886 M]), Abu Dawud (wafat 275 H [888 M]), al-Turmudzi (wafat 279 H [892 M]) dan, akhirnya, al-Nasa'i (wafat 308 H [916 M]). Mereka ini kemudian menghasilkan kodifikasi metodologis Hadits yang selanjutnya dianggap bahan referensi utama di bidang hadits, dan secara keseluruhannya dikenal sebagai al-Kutub al-Sittah (Buku yang Enam).

Ushul al-Fiqh (II)
Istilah ushul al-fiqh, selain digunakan untuk menunjuk Kitab Suci, Sunnah Nabi, Ijma' dan Qiyas sebagai sumber-sumber pokok pemahaman hukum dalam Islam, juga digunakan untuk menunjuk kepada metode pemahaman hukum itu seperti dikembangkan oleh al-Syafi'i. Ushul al-fiqh dalam pengertian ini dapat dipandang sebagai sejenis filsafat hukum Islam karena sifatnya yang teoretis. Ia membentuk bagian dinamis dari keseluruhan ilmu fiqh, dan dibangun di atas dasar prinsip rasionalitas dan logika tertentu. Karena pentingnya ushul al-fiqh ini, maka di sini dikemukakan beberapa rumus terpenting berkenaan dengan hukum dalam Islam:Segala perkara tergantung kepada maksudnya.

Kekuatan dan Kelemahan Paham Asyari Sebagai Doktrin Aqidah Islamiah
Paham Asy'ari dalam tinjauan segi kekuatan dan kelemahannya. Tetapi meskipun pembicaraan ini menyangkut penilaian kritis terhadap paham itu, namun kritik itu an sich tidaklah menjadi tujuannya. Pembicaraan kita bertolak pada usaha untuk mengenali segi-segi positif paham itu dan mencari jalan bagaimana mengembangkannya agar dapat menjadi suatu sumbangan kepada tantangan hidup masa kini. Juga dengan sendirinya pada usaha mengenali segi-segi negatifnya serta sedapat mungkin menemukan jalan untuk menghindari atau menghilangkannya.
Relevansi pembicaraan ini ialah bahwa sebagian besar kaum Muslimin Indonesia, jika tidak seluruhnya, menganut paham Asy'ari di bidang 'aqidah. Pertama, karena Islam di Indonesia beraliran Sunni, sehingga tidak menganut aqidah Syi'ah atau Mu'tazilah. Kedua, karena Islam di Indonesia bermazhab Syafi'i dan seperti di mana-mana, kaum Syafi'i kebanyakan menganut 'aqidah Asy'ari. Ini berbeda dengan kaum Sunni bermazhab Hanafi (di Asia Daratan) yang kebanyakan menganut 'aqidah Maturidi, dan dari kaum Sunni bermazhab Hanbali (di Arabia) yang tidak menganut Asy'ari maupun Maturidi, melainkan mempunyai aliran sendiri khas Hanbali. Pembela paling tegas paham Sunnah (lengkapnya, Ahl Sunnah wa al-Jama'ah -- baca: "Ahlusunnah waljama'ah") di negeri kita, yaitu Nahdlatul 'Ulama', dalam muktamarnya di Situbondo akhir 1984 yang lalu merumuskan dan menegaskan bahwa paham Sunnah ialah paham yang dalam 'aqidah menganut al-Asy'ari atau al-Maturidi.

4. Pertimbangan Kemaslahatan Dalam Menangkap Makna dan Semangat Ketentuan Keagamaan: Kasus Ijtihad 'Umar Ibn Al-Khattab
Berkaitan erat dengan pokok pembahasan tentang reaktualisasi ajaran-ajaran agama yang dibawakan oleh Bapak Munawir Syadzali ialah persoalan pertimbangan kemaslahatan atau kepentingan umum dalam usaha menangkap makna dan semangat berbagai ketentuan keagamaan. Pertimbangan itu terlebih lagi berlaku berkenaan dengan ketentuan agama yang tercakup dalam pengertian istilah "syari'at" sebagai hal yang mengarah kepada sistem hukum dalam masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut

Copyright © Deja Area | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑