Selasa, 18 Desember 2012

Semalam di Rumah Mak Nermi (Keluarga yang Terasingkan di Bogor Timur)

"Kang, atap samping rumah si emak rubuh”,
masya Allah, agak kaget dapet sms dari salah satu relawan putri kampus peduli malam itu dari rumah mak nermi, si emak “ujang yang terpasung”.
saya, radit dan kang ajab (kakak ujang) langsung bergegas menerobos gerimis dari perkampungan menuju rumah mak nermi yang terpencil.  Kami melalui jalan setapak yang licin, melewati lembah menurun hingga ke sungai, lalu melewati pesawahan, kebun dan jalan menanjak sampai akhirnya menemukan rumpun bambu dan rumah mak nermi yang sudah hampir roboh.
di sepanjang perjalanan pikiran terbang kemana-mana, membayangkan jika saja jadi mak nermi yang harus melewati jalanan itu sambil memikirkan rumah hancur, suami yang sakit jiwa dan meninggal, ujang yang di pasung, kang ajab yang di tinggalkan istri dan ajat si bungsu yang setiap hari menghabiskan waktu dengan kambing-kambing punya orang di semak-semak tanpa banyak bersosialisasi dengan manusia lain nya.
Kami membutuhkan waktu 45 menit untuk menyusuri jalan setapak tanpa rumah di kanan kiri itu. Entah berapa kali saya dan radit jatuh terpeleset dan masuk ke sawah sampai celana sobek, sendal putus dan payung pun rusak.


Sesampai di rumah mak nermi nampak mak nermi tengah berkumpul bersama 3 relawan putri di beranda rumah terbuka, satu-satunya bagian rumah yang masih bisa di tempati. dari penerangan lampu minyak buatan mak nermi kami melihat atap sebelah kanan rumah roboh, genteng hancur berhamburan di bawahnya.
Perbincangan pun di lanjutkan, mak nermi menceritakan semua kisah hidupnya yang setelah di terjemahkan kurang lebih seperti ini :
“keluarga mak nermi dulu terbelit hutang , untuk segera membayar keluarga ini harus menjual rumah dan tanah yang mereka miliki di perkampungan. Tak ada lagi yang tersisa kecuali tanah di kebun yang terpencil, jauh dari perkampungan.
karena harga tanah terpencil sangat murah akhirnya mereka memutuskan untuk membuat rumah di kebun itu belasan tahun silam. Ceritanya sih sambil menenangkan pikiran setelah melewati semua kejadian di belit hutang di kampung waktu itu.
Tak lama si bapak sakit dan mengalami gangguan kejiwaan, mak nermi dan ketiga anak nya mengurusi si bapak dengan baik hingga akhirnya meninggal sebelas tahun kemudian. Mak nermi sangat terpukul atas kematian dan kehilangan sang suami. Dia mengatakan bahwa ia sangat berduka, Tapi belum selesai duka itu, 4 hari setelah kematian sang suami, ujang ajid (anak kedua mak Nermi) mengalami sakit kejiwaan yang serupa dengan yang di alami sang bapak. Emak sudah mencoba mengobati ujang ke rumah sakit, tapi tak bisa rawat inap bahkan akhirnya menghentikan pengobatan karena sudah tak ada biaya. pengobatan ke semua ustadz di berbagai tempatpun sudah di lakukan, tapi tak ada hasil yang memuaskan.
Semakin hari sakit si ujang semakin parah. Ia kerap mengamuk, merusak dan mengajak berkelahi. Karena di nilai membahayakan ujang pun lalu di ikat dengan kain agar tak sakit. beberapa kali ujang bisa melepaskan diri dari jeratan tali kain, ia merusak rumah mak nermi  dan pernah  pergi ke perkampungan untuk merusak rumah warga, hingga si emak harus mengganti semua kerusakan nya. Akhir nya si ujang di rantai dengan kuat sampai sekarang."
Sepanjang bercerita si emak mencoba menutup wajahnya dengan kain, emak mencoba menyembunyikan kesedihan dan air matanya dari kami. Saat asik berbincang kami kembali di kejutkan oleh atap rumah yang kembali roboh, genteng pun berjatuhan ke bawah dan hancur.

Di akhir perbincangan saya bertanya : mak, apa harapan dan keinginan emak sekarang?”
emak pun lantas menjawab : “emak pengen punya rumah yang kuat, emak juga pengen ngobrol sama ‘ujang’ kayak dulu, sekarang mah ga bisa ngobrol, ‘ujang’ masih ada tapi kayak udah nggak ada. Emak sayang ke ujang, karena bagaimana pun dia anak emak.” Subhanallah, tadinya saya fikir cukup dengan membawa si ‘ujang’ ke RSJ dan emak bisa hidup tenang dengan dua anaknya yang lain itu sudah cukup. Ternyata emak masih terus mencintai ‘ujang’ dan berharap ujang tetap ada di kehidupan nya.
Kami akhirnya tidur di rumah itu. relawan putri membangun tenda kecil di bawah beranda sedang yang putra tidur di beranda bersama si emak. Kambing-kambing ada di samping kami sepanjang kami tidur. saya sendiri tak bisa tidur, melihat langit, pohon-pohon di kebun sambil mendengarkan suara binatang malam dan burung hantu di sekitar rumah yang gelap gulita.


 “emak tadi malam ko batuk terus?” tanyaku sambil menemani si emak masak nasi seusai si emak melakukan tahajud dan shalat shubuh. Tangan kanan emak sibuk masak di tungku, sementara tangan kirinya memegang lampu minyak untuk penerangan
“iya, kalau kedinginan memang suka kambuh”. Jawab si emak spontan.
“kakinya masih suka kerasa beku ga mak?”. Tanyaku lagi.
“kaki mah terus-terusan kaku, kayak beku, ga bisa rasain apa-apa”.
duh emak, gimana ga kedinginan kalo emak tiap hari tidur di alam terbuka seperti itu?
 Semoga Allah merahmatimu mak, semoga kehadiran kami bisa memberi kebahagiaan dan kehidupan baru bagi emak. Terimakasih sudah mengajari kami lebih dalam tentang arti cinta, sabar dan ikhlas.. Lalu untuk ketiga kalinya, pagi itu atap rumah si emak pun roboh, genteng kembali jatuh dan hancur. Si emak hanya tersenyum..yang mau bantu, mangga ke :

 088218412048, pin BB 3141B8D3  atau bisa ke :
BNI mochammad iqbal 6248243664
mandiri mochammad iqbal 1300010894791
BCA KCU dago mochammad iqbal 7771155344
atau Anda juga bisa berpartisipasi langsung pada tanggal 22-23 Desember di TKP.
CP V-loggers :
085716698847 (Dede Abdullah)

2 komentar:

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut

Copyright © Deja Area | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑