Seperti biasa, kancil dengan segala kecerdikannya
selalu saja bisa menaklukan berbagai masalah yang menimpa hidupnya. Salah
satunya saat harus menyebrangi sungai untuk melanjutkan perjalanan kehutan sebrang.
Hari itu memang ia hendak menyebrangi sungai, namun dari kejauhan seperti biasa
ada buaya yang siap memangsanya. Ia pun merancang ide cerdik untuk menyebrangi
sungai, dalam hati ia berkata “Hanya buaya satu itu aku pasti bisa
menyebrang..... tiap hari kan aku lewat sini..!” Tiba dipinggir sungai kancil
melihat satu buaya yang terdiam ditengah sungai, dengan berani sikancil
memanggil buaya itu “Hei buaya..... sebrangkan aku! Nanti aku beri engkau
imbalan....”ujar si kancil. Tanpa berkata panjang sang buaya pun mendekat ke
tepian sungai menghampiri kancil. Dengan heran si kancil bertanya-tanya dalam
hatinya “aneh..... biasanya dia membuat kesepakatan dulu.... tapi kanapa
sekarang tidak yah....!” sikancil pun naik keatas punggung sang buaya,
sepanjang perjalanan si kancil pun banyak bicara “Hey buaya.... kamu lapar kan?
Nanti setelah aku menyebrang aku kasih kamu makanan yang banyak pokoknya...! ”Ujar
si kancil, namun tetap saja sang buaya hanya diam menyebrangkan si kancil dari
tepi sungai satu ke tepi lainnya. Berkali-kali si kancil bertanya tetap saja
tidak ada ucapan sepatah katapun dari sang buaya. Setelah sampai tujuan si
kancil pun langsung meloncat dan menertawakan buaya. Seperti biasa si kancil dengan kecerdikannya selalu membohongi
buaya walaupun ia berjanji akan memberi
imbalan saat menyebrang. Namun ada yang aneh dengan sang buaya, bukannya marah
ia malah bergegas kembali ketengah sungai tanpa bicara sedikitpun. Si Kancil
pun heran dengan sikap buaya yang aneh, Hingga akhirnya kancilpun pergi dan
tidak menghiraukannya.
Hari berganti hari, sang buaya hanya murung tetap
dalam kondisi semula diam ditengah sungai. Berkali-kali hewan hutan meminta
menyebrang sungai, ia menurutinya. Beberapa hewan pun merasa aneh dengan
perubahan sikap sang buaya, sang buaya sepertinya tidak pernah makan
akhir-akhir ini, ia hanya terdiam sendiri ditengah sungai seolah-olah menunggu
sesuatu. Berkali-kali sikancil pun menyebrang sungai dan tertawa-tawa
membohongi sang buaya, namun tetap saja sang buaya tidak marah ia kembali
ketengah sungai dan diam disana. Sang buaya yang biasanya memangsa siapapun
yang menyebrang sungai kini hanya diam seribu kata. Matanya yang redup
menandakan bahwa ia sudah tidak bersemangat lagi.
Dari kejauhan diatas langit hutan yang lebat
terlihat bidadari cantik turun hendak menghampiri sang buaya. Bidadari cantik
itu menghampiri sang buaya karena khawatir terhadap sang buaya. Sang bidadari pun
bertanya kepada sang buaya ”Kenapa akhir-akhir ini kamu berhenti memangsa,...
apakah telah terjadi sesuatu? ” sang buaya pun menjawab “aku bertemu dengan
seorang petapa, dia berkata bahwa kehidupan didunia ini hanya sementara dan tak
abadi, ada suatu tempat disana yang akan membuatmu hidup tenang dalam kedamaian,
serta abadi. Perbuatanku memangsa memang bukanlah hal yang dibenarkan. aku
ingin sekali ketempat itu, dan aku bosan disini. Disini aku hanya disalahkan
sebagai pemangsa, padahal itu kodratku saat terlahir didunia. Andai sebelum
terlahir aku bisa memilih, mungkin aku memilih terlahir sebagai kancil atau
bahkan hewan lainnya yang lebih terhormat, si petapa itu pun bilang terlahir
sebagai apapun kita, kitalah yang menentukan apakah hidup kita digunakan untuk
kebaikan atau untuk keburukan.
Sejak saat
itu aku memutuskun untuk tidak memangsa lagi, bahkan ketika hewan lain ingin
menyebrang, dengan ikhlas akan aku sebrangkan tanpa imbalan, karena aku sadar aku
harus berbuat baik agar aku bisa ketempat itu.” “Jadi kamu ingin ketempat itu?”
tanya Bidadari. “Tentu saja ingin.... walaupun aku sadar tempat itu tidak layak
untukku..... aku telah memangsa dan memakan daging mangsaku selama
bertahun-tahun dan aku tersadar akan dosa-dosa itu..!” mendengar itu sang
bidadaripun berkata “Kalau begitu lihatlah keatas langit dan lihat warna-warna
itu !” sanga buaya pun melihat kelangit, ia melihat warna-warnah yang berubah
hingga akhirnya warna-warna itu menjadi gelap dan ia tak tersadar. Gemuruh
hujanpun terdengar lengkap dengan aliran sungai yang membawa tubuh sang buaya
yang kini tak bernyawa. Terhanyut dalam aliran sungai dan entah akan sampai
mana. Kini sang buaya telah tiada, rasa rindu pun dirasakan sang kancil dan
hewan-hewan hutan lainnya. Betapa tidak, seseorang jahat sekalipun sangatlah
dirindukan orang ketika ia mengakui kejahatannya dan berubah menjadi sesorang
yang lebih baik.