kisah perjalanan hidup delit dan ibunya penuh dengan lika liku, saat usia delit 2 tahun sang ayah tiba-tiba pergi setelah menceraikan bu dede, ibu delit. Bu dede adalah seorang wanita yang tegar, perceraian tak lantas membuat bu dede jatuh terpuruk dan menghentikan hidup, ia lalu berangkat ke kota dan bekerja sebagai pembantu disana. Dari hasil bekerjanya, bu dede berhasil membangun sebuah rumah bilik sederhana yang lalu di tinggalinya bersama delit.
Pada saat delit berusia 7 tahun ayah delit kembali menemui bu Dede, dengan berbagai bujuk rayu akhirnya Bu Dede mau kembali membina rumah tangga bersama ayah delit hingga mengandung dewi, adik delit.
Pada saat usia kandungan 2 bulan ayah delit pamit untuk bekerja di bandung, kota asalnya. katanya dia mau mengumpulkan uang untuk persiapan kelahiran anak kedua mereka, sebuah niat baik yang lantas di dukung sepenuhnya oleh Bu Dede. Berangkatlah ayah Delit ke bandung untuk bekerja.
Sebulan, dua bulan, tiga bulan hingga akhirnya 4 bulan berlalu. ayah delit telah pergi dan tak pernah sekalipun memberikan kabar, sementara kehidupan delit dan bu dede sudah serba kesusahan, mereka butuh uang untuk kebutuhan makan sehari-hari. Bu Dede mengirim surat ke alamat keluarga sang suami di bandung, bertanya kabar dan menceritakan bahwa dia sudah tak lagi menyimpan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Surat balasan tak kunjung datang, suami yang di nantipun tak kunjung pulang membawa uang untuk resiko sehari-hari, sementara usia kandungan pun semakin besar. Sampai pada suatu hari sampailah ke hadapan bu dede surat cerai dari suaminya, hanya suratnya saja. Di akui bu dede itulah saat terberat dalam hidupnya, hatinya hancur, dia merasakan sedih yang luar biasa saat penantian dan harapan nya selama 4 bulan itu di bayar dengan kekecewaan, dengan surat cerai. (Bu dede pun menangis saat kisah nya yang mengalir sampai ke bagian ini).
Dalam kondisi hati yang hacur Bu Dede kembali ke kota untuk bekerja di rumah makan, tapi hanya 2 bulan, rumah makan lalu tak mengizinkan ia bekerja dengan perut yang besar. Bu Dede pun pulang ke rumah hingga melahirkan Dewi. Naas, setelah melahirkan dewi matanya tidak lagi bisa melihat jelas hingga sekarang. Karena tak ada lagi yang mau mnerima ia bekerja dengan mata seperti itu akhirnya Bu Dede bekerja sebagai pemulung rongsokan. Ia menyusuri kampung sambil sedikit meraba-raba mencari rongsokan yang bisa ia jual, saat udara panas dia sering terduduk, kepalanya tiba-tiba terasa sakit.
Delit tak tinggal diam, setiap hari sepulang sekolah delit pergi untuk memulung rongsokan, lalu di gabungkan dengan hasil rongsokan ibu . mereka mendapatkan 20 ribu dalam seminggu dari hasil menjual rongsokan. Merasa tak cukup, setiap 2 kali dalam seminggu Delitpun pergi ke pasar untuk memulung sisa-sisa minyak kelapa dalam kompan. Tetes demi tetes dia kumpulkan dari banyak kompan sampai akhirnya terkumpullah sekitar 1 hingga dua kg di setiap aksi memulungnya. delit mendapatkan 5.000 rupiah dari setiap 1 kg minyak yang terkumpul.
Saat di tanya tentang keinginan nya untuk melanjutkan sekolah ke bangku SMA, Delit antusias menyambut, ibunya pun mendukung. Tapi ketika di tawari untuk masuk pondok prestatif Indonesia dan delit bersekolah di bandung semuanya terdiam.
Tak lama bu dede langsung unjuk suara “yaudah atuh lit, delit pergi saja ke bandung buat masa depan delit. jangan khawatir mamah mah ga apa-apa, yang penting cita-cita delit tercapai, udah sana berangkat”. Tegas dan lantang sekali Bu Dede mengucapkan hal ini. Dari balik kacamata tebalnya terlihat tetes-tetes air mata keluar.
“delit mah lebih baik ga sekolah daripada harus ninggalin mamah”. Ujar delit sigap dengan nada sedih, matanya nampak kosong.
"Ibu ikut saja ke Bandung bareng Delit gimana?" tanyaku.."
trus Ibu makan darimana? Naudzubillah kalau ibu harus makan tanpa bekerja, Ibu ga mau meminta-minta" ucap Bu Dede lagi sambil menangis."
Ibu bisa bekerja di pondok, menyiapkan makanan untuk anak-anak atau membersihkan rumah agar tetap bersih dan sehat"
0 komentar:
Posting Komentar